Pengembangan kurikulum perlu menentukan filosofi tertentu untuk menyelaras berbagai kepentingan sesuai harapan masyarakat. Masyarakat sekarang menuntut standard kualitas yang tinggi dalam pendidikan...Standar ini mencakupi kompetensi yang seimbang dalam kecerdasan atau logika, moral dan akhlak mulia atau etika, seni dan keindahan estetika, serta kekuatan dan kesehatan jasmani atau kinestetika.
Brameld dalam Longstreet dan Shane ( 1993 ), mengelompokan keempat paham, yaitu perennialism, essentiallism, progressivism dan reconstructivism. Perennialism lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan daripada warisan budaya serta dampaksosial tertentu. Pengetahuan yanh lebih eksternal serta ideal lebih dipentingkan untuk dipelajari, sementara kegiatan sehari – hari kurang ditekankan.
Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Pemikiran Plato dan karya Shakespeare merupakan contoh dari kebenaran absolut dan keindahan yang sempurna dalam kehidupan manusia.
Manusia berbagi alam secara bersama – sama, maka seyogianya setiap orang akan memperoleh keuntungan tentang kebenaran absolut dan keindahan yang ideal. Implikasi dari penerapan perennialism dalam pengembangan kurikulum adalah penyajian yang sama untuk semua orang. Setiap orang memperoleh pengetahuan yang sama penting bagi siapa saja, dimana saja. Perbedaan individual atau diversifikasi kurikulum kurang diakomodasikan dalam perennialism ini.
Essentiallism menentukan pentingnya pewarisan budaya pemberian pengetahuan serta keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sanis danmata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar subtansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat.
Essentiallism menekankan pada individu sebagai sumber pegetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. bagaimana saya hidup di dunia?
Apakah pengalaman itu ?
Progressivism menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada siswa, variasi pengalaman belajar, dan proses. Progressivism merupakan landasan filosofis bagi pengembanganbelajar aktif.
Recontructivism merupakan elaborasi lanjut dari paham progreeivism. Pada recontructivism peradaban manusia masa depan sangat ditekan. Recontructivism berorientasi masa depan sedangkan perennialism dan essentialism berorientasi masa lalu. Recontructivismberanjak lebih jauh dari progressivism yang menekan pada perbedaan individual, pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Penganut paham ini akan memepertanyakan Untuk apa berfikir kritis memecahkan masalah dan melakukan sesuatu ? Penganut paham ini menekankan pada hasil belajar ( learning out comes ) dari pada proses. Sekolah adalah suatu tempat untuk mencapai seperangkat hasil belajar yang mewujudkan kehidupan dan peradaban yang lebih baik. Perangkat ini telah ditentukan dan direncanakan sebelumnya.
Penggunaan filosofi di atas tidak terjadi dalam keadaan vakum. Untuk pertumbuhan ekonomi akan terjadi reaksi untuk lebih back to basic atau essentialism. Untuk krisis kebudayaan orang lebih suka memilih reconstructivism yang berorientasi ke masa depan. Untuk metode dapat dipilih progresif dan rekontruktif.
Pengembagan kurikulum biasanya tidak menganut filosofi tunggal. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) misalnya tidak menganut filosofi tunggal. KBK tetap berpegang pada tut wuri handayani, ingmadya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada. Standar kompetensi dapat menjadi acuan untuk guru agar dibelakang dapat memberi dorongan dan bimbingan, di tengah bermitra agar peserta didik berkarya, serta di depan memberi tauladan dengan menunjukan akuntabilitas yang lebih jelas melalui indikator yang harus dicapai kompetensi.
Pengembangan kurikulum berorientasi masyarakat biasanya lebih status quo karena memfokuskan pada ; siapa dan masyarakat mana? Hal ini dapat menjebak pengembangan pada pilihan termudah, yaitu masyarakat terbanyak yang dikatakan sebagai kurang dapat mengikuti ; atau terlalu berpihak golongan yang cendrung sangat mampu sehingga terkesan eksklusif. Pengembangan elektif lebih mampu mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kebutuhan masyarakat yang beragam dengan menerapkan filosofi pendidikan secara elektif pula.
Berbagai pertanyaan berikut tidak dapat menjawab dengan memilih salah satu filosofi, semua keputusan bergantung kepada potensi, kebutuhan dan keadaan masyarakat itu sendiri. Pertanyaan tersebut yaitu :
1. Bagaimana mencapai kreativitas ?
2. Bagaimana membudayakanmasyarakat ?
3. Bagaimana dengan tuntutan duni kerja dan industri ?
4. Bagaimana dengan tuntutan abaf informasi ?
5. Bagaimana dengan demokrasi ?
6. bagaimana mengembangkan moralitas akademik dan sikap ilmiah ?
Diperlukan cara yang cukup cerdik untuk merajut filosofi mana yang akan dipilih, terutama dalam keadaaebudayaan, ban Indonesia yang sangat heterigen secara geografis, sosial ekonomi, khasa dan infrastruktur.
Minggu, 30 Januari 2011
Filosofi Dasar dalam Pengembangan Kurikulum Sekolah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar